Dusk from the Past – Sneak Peek

Halo 😁! Selamat datang di cuplikan Dusk from the Past – novel pertama dari seri The Lovetime Trilogy karya hiLda.

Dalam kisah ini diceritakan tentang Aldrick, si cowok ganteng seperempat bule yang juga adalah seorang playboy – walaupun dia mengingkarinya. Apa yang terjadi dalam kehidupan Aldrick ketika kesalahan di masa lalunya kembali menghantuinya? Simak saja cuplikan ceritanya berikut ini…


sticker,375x360

Aku masuk ke dalam ruangan kerja kami yang luas. Pemandangan ini sudah sangat akrab bagiku sekarang. Meja-meja kayu disusun empat-empat membentuk persegi dengan sekat di antaranya. Aku dan ketiga teman timku duduk bersebelahan dalam satu persegi di sebelah kanan ruangan itu. Tak jauh dari situ, terdapat ruangan kecil yang disekat kaca, tempat biasanya Krishna duduk. Saat ini ruangan itu kosong. Tapi tidak lama lagi pemiliknya yang baru akan datang.

Aku melangkah ke persegi kami sambil menenteng tas berisi laptop-ku. Saat itu, mereka bertiga sedang berkumpul di meja Brandon sambil bergosip seperti biasa. Sesi gosip pagi sebelum memulai pekerjaan. Sepertinya mereka sedang membicarakan acara nongkrong di kafe yang kemarin.

“Eh, itu dia orangnya! Sini, Al!” seru Uje memanggilku.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sambil berjalan ke arah mereka.

“Elo ya, Je! Iseng banget! Ngapain lo kasih nomor gue ke teman lo itu?” protesku.

“Hahaha! Kenapa sih, Al?! Malah protes. Padahal kelihatannya lo suka banget sama dia kemarin. Gue kan cuma bantuin aja. Siapa tahu ternyata kalian soulmate. Dan akhirnya lo bisa berhenti juga berburu cewek ke sana kemari. Ya kan?!” jawabnya.

“Tolong dikoreksi ya. Gue sih enggak pernah berburu ke mana-mana. Mereka sendiri yang menawarkan diri ke depan gue tanpa gue minta. Kalau gue tolak kan kasihan. Mana tega sih gue berbuat gitu sama cewek cantik?” ujarku sambil tersenyum jahil.

“Jadi Siska cantik ya, Al?” sambar Uje, “Dia auditor senior di salah satu perusahaan big four loh. Coba dulu lah. Kenalan. Jalan bareng. Siapa tahu cocok.”

“No, thanks. Too busy for that,jawabku malas.

“Too busy to do what?!” seru Uje tidak percaya, “Ngumpulin selir-selir? Mau ngalahin jumlah selir kaisar China zaman dulu? Percuma kaisar punya banyak selir kalau enggak punya permaisuri, tahu! Hahaha!”

Strike to the heart. Begitulah Uje kalau dia mulai menasehati gaya hidup percintaanku. Menyebalkan! Brandon dan Leo pun ikut-ikutan tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Membuatku semakin sebal saja.

“Eh, kalian bocah! Jangan ketawa ya! Gue kasih kerjaan yang banyak loh hari ini!” ancamku.

Spontan mereka langsung menutup mulutnya.

“Ampun, team leader,” ujar Leo pura-pura takut.

“Dan elo, Uje. Jangan pernah lagi sebar-sebarin nomor gue sembarangan ya! Kalau sampai gue ditelepon sama cewek enggak jelas lagi, gue pastiin elo lembur sampai tengah malam!” ancamku lagi.

“Hahaha!” Uje tertawa keras lagi, “Cewek enggak jelas? Please deh. Lo pikir gue enggak lihat lo berduaan sama Siska di belakang kafe kemarin? Ck ck ck…” dia mendecakkan lidahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Lo ngapain sama Siska di belakang kafe, Al?” tanya Brandon polos.

Aku berdeham keras.

“Bukan urusan lo, bocah!” seruku padanya.

Uje spontan langsung tertawa lagi keras-keras. Membuatku malu saja.

“Masa kejayaan lo sebentar lagi runtuh, Al!” seru Uje, “Manager baru akan datang hari ini. Jadi tenang saja, anak-anakku tersayang, sebentar lagi cowok bandel ini enggak akan bisa mengancam kita sembarangan lagi!” katanya sambil merangkul Leo dan Brandon.

Aku tersenyum melihat tingkahnya. Uje memang selalu begitu. Spontan, lucu dan selalu membela orang yang tertindas. Dia adalah sahabat terbaikku di kantor ini.

Ngomong-ngomong tadi lo sempat lihat mukanya si Jack itu gak, Ben?” tanya Leo penasaran pada Brandon.

“Tadi gue sempat ngintip ke ruangan HRD sih. Tapi gak ada orang baru di sana. Jangan-jangan dia gak jadi datang hari ini,” jawab Brandon.

“Gak mungkin! Kita sudah harus mulai kerja lagi sesegera mungkin. Tim kita kan sudah ditinggal sama Krishna selama dua minggu. Kita butuh manager baru secepatnya,” kata Leo panik.

“Iya. Tenang saja. Pasti dia datang hari ini kok. Mungkin dia lagi di ruangan big boss. Kan big boss sendiri yang minta dia datang ke sini dari Singapura. Jadi mungkin prosesnya beda. Bukan lewat HRD lagi. Jalur ekspres!” balas Uje.

“Oh ya? Big boss sampai pergi ke Singapura sendiri demi dia?!” seruku kaget, “Hm… Gue jadi semakin penasaran sama cowok ini. Sehebat apa sih dia?”

“Katanya sih semua pekerjaan yang pernah dia pegang, enggak ada yang gagal satu pun. Mau sesempit apapun deadline-nya dia pasti bisa ngeberesin tepat waktu,” jawab Leo.

“Aduh! Gue paling malas deh sama orang Singapura,” keluhku, “Mereka kan kiasu.”

Kiasu? Apaan tuh?” tanya Brandon.

“Maksudnya orangnya enggak mau kalah gitu loh,” jelas Uje, “Kebanyakan orang Singapura kan begitu. Sangat kompetitif. Sebenarnya bisa dibilang itu sesuatu yang baik juga.”

“Sesuatu yang baik gimana?” protesku lagi, “Bisa-bisa jam kerja kita jadi lebih panjang dua kali lipat nanti. Mana punya waktu lagi kita buat nongkrong di kafe?!”

“Enggak lah… Si Jack itu juga punya keluarga kali. Gak mungkin dia kerja terus sepanjang hari,” balas Uje.

“Eh, lo enggak tahu Je? Dia kan masih muda banget. Paling cuma dua tahun lebih tua dari gue. Kayaknya belum punya keluarga deh,” kata Leo.

“Oh ya? Hmm… Kok gue juga jadi makin penasaran ya sama dia. Kayak apa ya tampangnya? Hm… Jangan-jangan dia itu cowok ceking, pakai kacamata tebal yang kerjaannya teriak-teriak dan marah-marah. Hahaha!” kata Uje tertawa terbahak-bahak.

“Kalau menurut gue, dia itu cowok botak, perutnya buncit, matanya sipit terus kalau jalan harus pelan-pelan karena pantatnya besar gara-gara kebanyakan duduk. Hahaha!” kataku sambil tergelak.

Kami berempat tertawa keras membayangkan bos baru kami itu. Di tengah suara tawa kami yang keras, suara dering lirih dari laptop Ben memecah keseruan itu.

Tong tong! Tandanya ada e-mail yang baru masuk. Ben langsung berhenti tertawa dan mengecek laptopnya. Dia membuka Microsoft Outlook-nya lalu membuka e-mail yang baru masuk itu.

”Eh, e-mail dari HRD nih. Profil anak baru. Pasti ini bos baru kita!” serunya bersemangat.

“Mana? Mana?”

Seketika tiga cowok itu langsung mengerumuni layar laptop dengan beringas. Aku yang kurang gesit tersisihkan berdiri di belakang mereka. Hanya tiga tempurung kepala berambut hitam mereka saja yang bisa kupandangi dengan kesal.

“Eh, bukan ah. Ini kan cewek. Anak finance yang baru kali…” ujar Leo dengan kecewa.

“Bukan… Benar kok. Lihat tuh assignment-nya. Proyek Implementasi Sistem Berbasis Internet untuk MRT Jakarta. Itu kan proyek kita,” bantah Ben.

“Loh tapi kok cewek?” kata Leo masih tidak menerima.

“Iya, Ben benar kok. Lihat tuh levelnya. Manager. Hm… Manis juga ya orangnya,” kata Uje.

Akhirnya aku tidak tahan terus-menerus tersingkirkan dari percakapan yang sangat menarik ini.

“Aduh, minggir! Minggir! Gue juga kan mau lihat!” seruku sambil menyingkirkan kepala-kepala mereka dengan kedua tanganku.

Begitu aku melihat foto yang terpampang di e-mail itu, halilintar seakan menyambarku saat itu juga di tempat aku berdiri. Wajah itu. Senyum itu. Mata itu. Tidak akan pernah kulupakan. Rambutnya yang hitam dan lurus membingkai wajahnya yang putih dan mungil. Bibirnya menyunggingkan senyuman simpul yang menawan hati. Senyuman itu. Senyuman yang pernah amat sangat kurindukan. Senyuman yang dulu pernah melumerkan hatiku yang beku. Senyuman simpul yang sangat kusuka.

Dia adalah gadis pertama yang pernah benar-benar kucintai. Sayangnya, dia jugalah gadis pertama yang pernah benar-benar kusakiti. Sebelas tahun kami tidak bertemu. Sebelas tahun dia telah menghilang begitu saja dari hidupku. Tapi hari di mana aku kehilangan dia masih bisa kuingat jelas di dalam benakku, seolah-olah kejadiannya baru kemarin.

“Al?? Lo kenapa?” tanya Uje yang bingung melihat perubahan raut wajahku yang tiba-tiba.

“Jadi kalian sudah melakukan riset sendiri ya? Kalau begitu saya sudah tidak perlu repot-repot lagi memperkenalkan orangnya pada kalian.”

Suara Pak Mahendra, big boss kami, dari belakang punggungku.

“Eh, Bapak… Iya nih, Pak. Kita lagi cek e-mail yang baru masuk saja. Hahaha…” jawab Leo sambil tertawa dengan canggung.

Aku menegakkan tubuhku. Berbalik perlahan-lahan, ingin melihat orang yang aku tahu sedang berdiri di sebelah Pak Mahendra itu. Jantungku berdegup dengan kencang tidak karuan. Aku senang, takut dan sedih di saat yang bersamaan.

Lalu aku melihatnya. Seorang wanita yang berdiri tegap dalam balutan busana kerja yang profesional. Sikap tubuhnya sangat percaya diri. Dia mengenakan sebuah blazer hitam. Rambutnya dikuncir dengan rapi. Kuncir ekor kuda. Seperti kebiasaannya dulu ketika aku pertama kali mengenalnya. Kacamata berbingkai hitam bertengger di atas hidungnya. Menambah kesan cerdas yang memang sudah terpancar dari kedua matanya yang berbinar-binar. Dia terlihat sangat akrab sekaligus berbeda bagiku. Wajahnya masih semanis yang kuingat, tapi penampilannya sangat jauh berbeda.

“Halo, Aldrick,” sapa wanita itu dengan ramah.

Suara itu. Suara lembut yang pernah menenangkan hatiku. Betapa aku rindu mendengar suara itu lagi.

“Jack…lyn…?” tanyaku pelan. Masih tidak percaya akan apa yang dibawa takdir ke hadapanku saat ini.

“Senang kamu masih ingat,” jawab wanita itu dengan senyuman yang mantap.

Kakiku lemas. Aku segera menopangkan tanganku ke atas meja sebagai upaya untuk tetap menjaga tubuhku berdiri di tempatnya. Uje, yang berdiri di sampingku, menyadari ada sesuatu yang salah denganku. Dia langsung menarikku mendekat kepadanya dan berbisik di telingaku.

“Lo kenal, Al? Siapa?” tanyanya

“My ex,” jawabku ngeri.

“As in ex-girlfriend?”

“As in ex-victim…”


Kalau kalian suka dengan cerita ini dan ingin mengetahui kelanjutannya, langsung saja pesan sekarang juga!

Novel ini dipublikasikan secara online. Jadi, buku ini tidak akan muncul di toko-toko buku konvensional. Sebagai gantinya, buku ini dapat dipesan secara online langsung di web penerbit – Bitread, dan buku akan langsung dicetak khusus untuk kamu. Atau kamu dapat langsung beli versi e-book di aplikasi Scoop dan kamu dapat membacanya langsung dari tablet atau ponsel kamu.

Miliki buku atau e-book Dusk from the Past sekarang juga dengan meng-klik salah satu gambar di bawah ini:

IMG_2183-2
Pesan buku dari penerbit Bitread – Rp75.000
unnamed-2
Miliki e-book lewat Scoop – Rp25.000

 

 

 

 

 

 

Bila kamu ingin buku yang ditandatangani penulis – a.k.a me ☺️ – silakan hubungi aku lewat Line ID: hi_hil atau simpan data kamu di sini: http://bit.do/ijofreaknovel.

Ingin tahu lebih banyak lagi tentang buku ini?

Leave a comment